transformator

 

BAB     II

TRANSFORMATOR

 

Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian trafo, jenis-jenisnya, prinsip kerja dan karakteristiknya. Materi ini merupakan dasar bagi mahasiswa untuk mempelajari materi berikutnya yaitu tentang distribusi daya. Sehingga mahasiswa akan dituntut untuk memahaminya dalam kaitannya untuk sistem distribusi daya.

 

Jenis Trafo

Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain melalui suatu gandengan magnet dan bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.

Transformator atau trafo secara luas digunakan dalam bidang tenaga listrik ataupun elektronika. Pada sistim tenaga memungkinkan dipilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis. Misalnya kebutuhan tegangan tinggi pada instalasi listrik jarak jauh.

Sedangkan dalam bidang elektronika digunakan antara lain :

–          sebagai gandengan impedansi antara sumber dan beban

–          untuk memisahkan satu rangkaian dari rangkaian yang lain

–          untuk menghambat arus searah sambil tetap membiarkan lewat arus bolak-balik antara rangkaian.

 

Dalam bidang tenaga listrik jenis trafo dikelompokkan menjadi ;

  1. Trafo daya
  2. Trafo Distribusi
  3. Trafo pengukuran; terdiri dari trafo arus dan trafo tegangan

 

Karena trafo bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik maka menghendaki adanya gandengan magnet antara rangkaian primer dan sekunder. Gandengan magnet dapar berbentuk type inti dan tipe cangkang. Untuk trafo type inti dimana belitan kawat mengelilingi inti dan biasa digunakan pada trafo dengan daya dan tegangan tinggi. Sedangkan trafo type cangkang dimana belitan kawatnya dikelilingi oleh inti besi biasa digunakan untuk trafo dengan daya dan tegangan rendah.

Adapun gambar dari model trafo tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :

 

Gambar 2.1

 

Konstruksi transformator/trafo terdiri dari :

–          Inti yang terbuat dari lembaran-lembaran plat besi lunak atau baja silikon yang diklem menjadi Satu.

–          Belitan terbuat dari kawat tembaga dimana cara belitannya pada inti dapat berbentuk spiral atau konsentris

–          Sistim pendingin biasa digunakan untuk trafo-trafo dengan daya yang besar.

–          Bushing untuk menghubungkan rangkaian dalam trafo dengan rangkaian luar.

 

Bila kumparan primer suatu trafo dihubungkan dengan sumber tegangan V1 yang sinusoida akan mengalir arus Io yang juga sinusoida dan menganggap belitan N1 reaktif murni maka Io akan tertinggal 90 o dari V1. arus primer Io menimbulkan fluks (Ø) yang sefase dan juga berbentu sinusoida.     Ø = Ømaks sin ωt

Fluks yang sinusoida ini akan menghasilkan tegangan induksi e1 (Hk. Faraday) :

                           e1 = -N1

 

Gambar 2.2

 

       e1 = – N = – N1 ω Ømaks Cos ωt (tertinggal 90 o dari Ø)

sehingga :

       E1 =  = 4,44 N1.f. Ømaks

Pada rangkaian sekunder, fluks (Ø) bersama tadi menimbulkan :

       E2 = – N2

            = N2 ω Ømaks Cos ωt

       E2 = 4,44.N2.f. Ømaks

Sehingga :

        =

 

Dengan mengabaikan rugi tahanan dan adanya fluks bocor, maka :

        =  = =  a         ; a = perbandingan transformasi

Dimana tegangan induksi E1 mempunyai nilai yang sama dengan V1 tetapi berlawanan arah.

 

Arus primer Io yang mengalir pada saat kumparan sekunder tidak dibebani disebut arus penguat. Namun pada kenyataannya arus primer Io bukan arus induktif murni sehingga terdiri dari 2 komponen :

 

 

  1. Komponen arus penguat Im yang menghasilkan fluks (Ø).
  2. Komponen arus rugi besi Ic, menyatakan daya yang hilang akibat adanya rugi histerisis dan arus eddy. Ic sefase dengan V1 sehingga hasil perkaliannya (Ic x V1) merupakan daya yang hilang. Dalam satuan Watt.

 

Apabila kumparan sekunder trafo dihubungkan dengan beban ZL, I2 mengalir pada kumparan sekunder :  I2 =     

 

 

Gambar 2.3

 

Arus beban I 2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N2.I2 yang cenderung menantang fluks (Ø) bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan Im. Agar fluks bersama itu tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I’2 yang menantang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I2 sehingga keseluruhan arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi :

       I1 = Io + I’2

Jika rugi besi (Ic) diabaikan maka Io = Im, sehingga :

       I1 = Im + I’2

Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan oleh arus pemagnetan Im saja, berlaku hubungan :

       N1.Im = N1.I1 – N2.I2

       N1.Im = N1.(Im + I’2) – N2.I2

Sehingga :  N1.I’2 = N2.I2

Karena nilai Im dianggap kecil, maka I’2 = I1

       N1I1 = N2.I2   ; sehingga :  =

 

Rangkaian Ekivalen

Pada pembahasan terdahulu kita abaikan adanya tahanan dan fluks bocor. Pada analisis ini kita akan perhitungkan kedua hal tersebut. Dimana tidak seluruh fluks (Ø) yang dihasilkan oleh arus pemagnetan Im berupa fluks bersama (Ø m), sebagian dari itu hanya mencakup kumparan primer (Ø1) atau kumparan sekunder (Ø2) saja.

Pada model rangakaian ekivalen yang digunakan untuk menganalisis kerja suatu transformator, adanya fluks (Ø) bocor Ø1 dan Ø2 ditunjukkan sebagai reaktansi X1 dan X2. Sedangkan rugi tahanan ditunjukkan dengan R1, R2 sebagaimana gambar berikut ini :

 

Gambar 2.4

 

Dari gambar diatas dapat dirumuskan :

V1 = E1 + I1.R1 + I1.X1

E2 = V2 +  I1.R1 + I2.X2

     =  = a     atau E1 = a.E2

Sehingga : E1 = a.(I2.ZL + I2.R2 + I2.X2)

Karena :  =  = a      atau   I2 = a.I’2

Maka   : E1 = a2.I’2.ZL + a2.I’2.R2 + a2.I’2.X2

Dan  V1 = a2.I’2.ZL + a2.I’2.R2 + a2.I’2.X2 + I1.R1 + I1.X1

Persamaan diatas mengandung pengertian, apabila parameter rangkaian sekunder dinyatakan dalam harga rangkaian primer harganya perlu dikalikan dengan faktor a2.  Dengan demikian model rangkaiannya menjadi sebagai berikut :

 

Gambar 2.5

 

Agar lebih mudah lagi dalam menganalisis, rangkaian diatas dapat dirubah seperti dibawah ini :

 

 

Gambar 2.6

Dari gambar diatas parameter-parameter yang ada yaitu :

–          Ø1 = fluks bocor primer

–          Ø2  = fluks bocor sekunder

–          X1 = reaktansi bocor induktif dari lilitan primer akibat fluks bocor primer

–          X2 = reaktansi bocor induktif dari lilitan sekunder akibat fluks bocor sekunder

–          R1 = resistensi belitan primer

–          R2 = resistensi belitan sekunder

–          Z1 = impedansi lilitan primer   =  R1 + j X1 =  R12 + X12  <  tg-1

–          Z2 = impedansi lilitan sekunder   =  R2 + j X2 =  R22 + X22  <  tg-1

–         E1 = rugi tegangan primer akibat arus yang mengalir pada trafo yang dibebani dan secara vektor dituliskan sebagai berikut :

            1  = 1 – 

                   = V1 – I1.  R12 + X12 

–         E2 = rugi tegangan sekunder akibat arus yang mengalir pada trafo yang dibebani dan secara vektor dituliskan sebagai berikut :

2  = 2

        = V2  +   I2.  R22 + X22 

 

–          Dari E1 dan E2 dapat disimpulkan :

V1 > E1 dan E2 > V2

 

 

Pengujian Transformator

Tujuannya adalah untuk mengetahui karakteristik kerja trafo dengan memperhatikan parameter utama seperti :

  1. Resistensi ekivalen primer (Re1) atau sekunder (Re2)
  2. Reaktansi bocor ekivalen promer (Xe1) atau sekunder (Xe2)
  3. Konduktansi rugi inti Go (kebalikan resistensi Re)
  4. Suseptansi magnetisasi Bo (kebalikan reaktansi Xo)

 

Ada 2 cara pengujian trafo :

–          Pengujian beban nol

–          Pengujian hubungan singkat

 

         Pengujian Beban Nol (tanpa beban)

Tujuannya adalah untuk menentukan kerugian yang terjadi jika trafo tanpa beban (beban nol) atau disebut rugi inti dan menentukan harga reaktansi tanpa beban (Xo) dan resistensi tanpa beban (Ro).

Adapun bentuk rangkaian pengujiannya sebagai berikut :

 

Gambar 2.7

Cara pengujian :

  1. Pasang alat voltmeter, wattmeter dan amperemeter seperti gambar diatas apad sisi primer yang merupakan tegangan rendah.
  2. Sisi sekunder (tegangan tinggi) dibiarkan tanpa dibebani (beban nol)
  3. Berikan tegangan V1 (tegangan nominal) pada terminal sisi primer.
  4. Catat besarnya V1 pada voltmeter, daya input (Wo) pada wattmeter dan arus tanpa beban (Io) pada amperemeter.

Dari pengujian tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :

–     Daya input tanpa beban (Wo) adalah :

Wo = V1 . Io . Cos Æ0           Þ           Cos Æ0  = 

Im = Io . Sin Æ0       ;   Iw = Io Cos Æ0

Xo = V1/ Im              ;   Ro = V1/Iw

Xo = Xm                 dan              Im = Im

Ro = Rc                                      Iw = Ic

–     Arus beban nol (Io) sangat kecil dibandingkan arus beban penuh primer yaitu 2-3 % sehingga rugi tembaga primer dapat diabaikan. Dan secara praktis Wo digunakan untuk mengatasi rugi-rugi yang terjadi.   

 

 

 

 

         Pengujian hubungan singkat

Tujuannya :

  1. Menentukan impedansi ekivalen Ze1 dan Ze2, reaktansi bocor ekivalen Xe1 dan Xe2 dan resistensi total dari trafo berdasarkan belitan dimana alat-alat ukur terpasang. Dengan nilai Ze1 dan Ze2 maka jatuh tegangan total (kehilangan tegangan total) dalam trafo dari sisi primer dan sekunder dapat dihitung sehingga regulasi trafo dapat ditentukan.

b. Menentukan rugi tembaga pada beban penuh (pada sembarang beban). Nilai ini mengetahui efisiensi trafo.

       Rangkaian pengujiannya :

 

Gambar 2.8

       Cara pengujiannya :

  1. Pasang alat voltmeter, wattmeter dan amperemeter pada sisi tegangan tinggi (TT).
  2. Sisi tegangan rendah (TR) diberikan beban ZL diperkecil menjadi nol sehingga hanya impedansi Ze = Re + jXe yang membatasi arus. Karena harga Re dan Xe relatif kecil maka harus dijaga agar tegangan yang masuk (VSC) cukup kecil sehingga arus yang masuk tidak melebihi arus nominal. Io relatif kecil dibandingkan arus nominal sehingga dapat diabaikan.
  3. Beri tegangan pada sisi primer (sisi tegangan tinggi) dan naikkan sedikit demi sedikit sampai arus hubungan singkat (ISC) sama dengan arus beban penuh trafo (I1).
  4. Catat daya input primer (WSC) pada wattmeter, arus primer (ISC) pada amperemeter dan tegangan input (VSC) pada voltmeter.

       Dari pengujian tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :

Pemberian tegangan pada sisi primer (tegangan tinggi) berkisar 5 – 10 % dari tegangan nominal sehingga fluks yang terjadi pada inti juga 5 – 10 % dari fluks nominal. Dengan demikian rugi inti sangat kecil dan daya input yang terbaca pada wattmeter adalah rugi tembaga. Rangkaian ekivalentrafo untuk kondisi hubungan singkat adalah sebagai berikut :

 

Gambar 2.9

VSC = tegangan yang dibutuhkan untuk mendapatkan arus beban penuh pada saat hubungan singkat

Sehingga : 

* Ze1 = VSC/ISC                                ISC = I1

          = VSC/I1

* WSC = VSC  . I1   =  Re1 . I12

     Re1 =   WSC/ I12

  • Xe1 = Ze12 – Re12

 

 

Rugi dan Efisiensi Transformator

Rugi-rugi yang terjadi transformator dapat digambarkan pada bagan dibawah ini :

 

 

Gambar 2.10

  1. Rugi tembaga (PCU)

Disebabkan arus beban yang mengalir pada kawat tembaga.

PCU  =  I2 . R                      (watt)

Karena arus beban berubah-ubah maka rugi tembaga juga berubah tergantung pada beban. Nilai rugi ini dapat diketahui dengan pengujian hubungan singkat pada trafo.

  1. Rugi Besi (Pi)

Terdiri dari :

  1. Rugi histerisis : rugi yang disebabkan oleh fluks bolak-balik pada inti besi.

Ph = Kh.f.Bmax 1.6                            (watt)

Kh = konstanta                    ;        f = frekwensi        (Hz)

Bmax = fluks maksimum (Wb)

  1. Rugi arus “Eddy” : rugi akibat adanya arus pusar pada inti besi.

Pe = Ke2.f2.Bmax                           (watt)

Ke = Konstanta

       Sehingga rugi besi adalah

     Pi  =  Ph + Pe

Nilai rugi besi dapat diketahui dengan pengujian trafo pada beban nol. Dimana nilai Wo dari hasil pengujian merupakan nilai rugi besi (Pi).

 

Efisiensi Trafo

Efisiensi (h) trafo yaitu perbandingan antara besarnya daya keluaran trafo terhadap daya masukan trafo. Efisiensi dapat juga dinyatakan dalam bentuk persen (%).

       h =  x 100 %

       h =   x  100 %

       h = ( 1 – ) x 100 %

       å rugi = PCU  +  Pi

 

Daya keluaran trafo :

       Pout = V2 . I2  Cos  Æ2

 

 

Paralel Transformator

Pertambahan beban pada suatu saat menyebabkan perlu dilakukan paralel diantara transformator (trafo).

Tujuannya agar beban yang dipikul tiap trafo sebanding dengan kemampuan kVA-nya sehingga tidak terjadi pembebanan lebih dan pemanasan lebih.

Adapun bentuk rangkaian paralel (misalnya 2 trafo) :

 

Gambar 2.11

 

Persyaratan paralel :

  1. Perbandingan tegangan harus sama

Jika perbandingan tegangan tidak sama maka tegangan induksi pada kumparan sekunder masing-masing trafo tidak sama. Perbedaan ini menyebabkan terjadinya arus pusar pada kumparan sekunder ketika transformator dibebani. Arus ini menimbulkan panas pada kumparan sekunder.

  1. Polaritas trafo harus sama
  2. Tegangan Impedansi pada beban penuh harus sama.

            Dua trafo yang diparalel dapat digambarkan sebagai berikut :

I1 otal = I1A + I1B

Karena  V1 = I1.Ze + V2

Maka untuk beban penuh :

V1  –  V2’  = I1A.Z1A = I1B.Z1B

Persamaan diatas mengandung arti bahwa agar transformator dapat membagi beban sesuai dengan kemampuan kVA-nya, sehingga tegangan impedansi pada keadaan beban penuh kedua trafo tersebut harus sama (I1A x Z1A = I1B x Z1B)

  1. Perbandingan reaktansi terhadap tahanan sebaiknya sama jika perbandingan R : X sama maka kedua trafo tersebut akan bekerja pada faktor kerja yang sama.

 

Trafo Tiga fase

Trafo ini dari segi konstruksi sama dengan trafo satu fase yaitu terdiri dari jenis inti dan cangkang. Trafo 3 fase digunakan karena pertimbangan ekonomis dimana penggunaan inti besi jauh sedikit dibandingkan penggunaan penggunaan 3 buah trafo 1 fase menjadi 1 trafo 3 fase. Untuk trafo 3 fase yang tersusun dari 3 trafo 1 fase, ketiga trafo tersebut harus identik karena akan berakibat fatal. Apalagi kalau kapasitas trafo tersebut cukup besar.

Pada pembangkitan tenaga listrik dan distribusinya sampai ke konsumen dilakukan dalam sistem 3 fase. Dengan demikian dibutuhkan trafo 3 fase pada pembangkitan untuk menaikkan tegangan dari tegangan pembangkitan menjadi tegangan transmisi. Pada sistem distribusi juga digunakan untuk menurunkan tegangan transmisi menjadi tegangan sub-transmisi ataupun ke tegangan distribusi. Dalam bidang kelistrikan, trafo 3 fase digunakan untuk tegangan sistem dibawah 230 kV. Sedangkan untuk tegangan diatas 230 kV dapat menggunakan i trafo 3 fase yang tersusun dari 3 buah trafo 1 fase karena masalah pengangkutan dari pabrik ke lokasi pemasangan.

Antara sisi primer dan sisi sekunder trafo 3 fase dapat dihubungkan menurut 3 cara yaitu hubungan delta, hubungan binatng dan hubungan zig-zag. Dalam operasionalnya yang banyak digunakan adalah hubungan delta dan bintang.

Untuk sisi tegangan tinggi, ujung lilitan awal diberi simbol A, B, C, sedangkan ujung akhir diberi simbol X, Y, Z. sedangkan untuk sisi tegangan rendah, ujung awal lilitan diberi simbol a, b, c dan ujung akhirnya diberi simbol x, y, z.

–     Hubungan Delta

 

Gambar 2.12

 

Untuk tegangan trafo hubungan delta yaitu VA, VB  , VC , masing-masing berbeda fase 120 o

VAB + VBC + VCA = 0

Untuk beban yang seimbang :

 

 

IA = IAB  – ICA

IB = IBC – IAB

IC = ICA – IBC

Dari vektor tersebut diketahui arus IA (arus jala-jala) adalah  x IAB (arus fasa) sehingga tegangan jala-jala :

  VA hubungan delta = Vp . Ip = 3 VL (  )

                                 =  . VL . IL

 

 

 

–     Hubungan Bintang

 

Gambar 2.13

Arus trafo 3 fase dengan kumparan yang dihubungkan secara bintang yaitu IA, IB  dan IC masing-masing berbeda fase 120 o.

Untuk beban seimbang :

 

 

     IN = IA + IB + IC  = 0

     VBC = VBN – VCN

     VCA = VCN – VAN

 

–     Hubungan Zig-zag

 

Gambar 2.14

Digunakan untuk keperluan khusus seperti pada trafo distribusi dan trafo converter. Masing-masing lilitan 3 fase pada sisi tegangan rendah dibagi menjadi dua bagian dan masing-masing dihubungkan pada kaki yang berlainan.

 

Referensi :

  1. Berahim, Hamzah Ir.; [1991]; “Pengantar Teknik Tenaga Listrik”; Andi Offset; Yogyakarta.

 

  1. Zuhal; [1991]; “Dasar Tenaga Listrik”; Penerbit ITB; Bandung.

One response to “transformator”

  1. gan tolong dijelasin dong apa maksud dari penggunaan fluks bersama..

Leave a comment